Friday, March 20, 2015

Bahaya Penggunaan Trawl Bagi Lingkungan Laut

Trawl atau lebih dikenal dengan sebutan Pukat Harimau adalah sejenis jala yang berbentuk kantong dengan ukuran yang sangat besar yang ditarik satu atau dua kapal dan mampu menjaring ikan dalam skala besar dengan waktu yang singkat.






Nah, semestinya kita harus sadar dan tau penggunaan alat tangkap ini sungguh sangat tidak efesien dan berdampak buruk pada ekosistem lautan. Masalahnya pada penggunaan trawl semua ikan (dewasa maupun kecil) ikut terjaring oleh trawl ini, dikarenakan ukuran lubang jalanya sangat kecil jika dibandingkan dengan jaring yang dipakai oleh nelayan tradisional.
Masalah lain iyalah rusaknya lingkungan bawah laut, merusak terumbu karang dan rumput laut sebagai habitat tempat ikan-ikan dan hewan air lainnya mencari makan dan berlindung. Hal ini dikarenakan trawl dilengkapi dengan alat tangkap berat + jaring yang beratnya beberapa ton, kemudian diletakkan di dasar laut dan ditarik oleh kapal dengan cepat sehingga membuat lubang galian sepanjang bagian bawah dasar laut dan menyebabkan batu besar atau batu karang akan terseret secara bersamaan sehingga mengganggu atau bahkan merusak area dasar laut dan akan berdampak pada penurunan keanekaragaman spesies dan perubahan ekologi organisme lautan.

berikut cara trawl merusak dasar laut :


Di indonesia sendiri perkembangan penggunaan trawl sudah terjadi sejak tahun 1970-an, karena banyaknya permintaan izin yang memang dulu diizinkan. Akan tetapi penolakan besar-besaran yang dilakukan para nelayan terjadi tahun 1980-an dikarenakan perolehan tangkapan nelayan tradisional menurun secara drastis dari tahun ke tahun akibat dampak penggunaan trawl yang marak.

Dan akhirnya pada tanggal 1 Juli 1980 dikeluarkan Kepres No.39/1980. Pasca dikeluarkannya Kepres tersebut, pengadaan bahan baku udang nasional tersendat. Oleh karenanya, dalam rangka memanfaatkan sumberdaya udang di perairan kawasan timur Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan peraturan baru melalui Kepres No.85 Tahun 1982 tentang Penggunaan Pukat (trawl). Menurut Kepres ini, pukat (trawl) dapat dipergunakan menangkap udang di perairan kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya, dan laut Arafura dengan batas koordinat 1300 B.T. ke Timur, kecuali di perairan pantai dari masing-masing pulau tersebut yang dibatasi oleh garis isobat 10 meter. Dengan kata lain, Kepres No. 85/1982 hanya mengizinkan penggunaan pukat secara terbatas, karena di luar wilayah yang diatur Kepres No. 85/1982, ketentuan-ketentuan yang tertuang pada Kepres No. 39/1980 tetap berlaku.



Tetapi meski sudah ada aturan mengenai pelarangan pukat, alat tangkap ini masih banyak berlalu-lalang di beberapa wilayah perairan Indonesia. Hal ini dikarenakan, nelayan tersebut meyakini bahwa pukat-lah yang paling efektif untuk mendapat ikan dalam jumlah besar.
Selain itu, dalam pelaksanaan penegakan hukum masih terbentur berbagai permasalahan, yaitu: lemahnya penegakan hukum, disebabkan kurangnya sarana dan prasarana dalam penegakan hukum di daerah, khususnya pelanggaran di jalur penangkapan. Selain itu juga disebabkan rendahnya moral oknum aparat penegak hukum yang menjadi ”mitra” nelayan-nelayan pengguna Pukat.


Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan kembali dibuat yakni No 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Nets). Kita patut apresiasi usaha, kerja keras dan keberanian dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam hal ini ibu Susi Pudjiastuti beserta jajaran dan instansi terkait yang telah bersikap tegas menindak para orang-orang dan perusahan-perusahaan yang hanya tau mengeruk keuntungan pribadi tanpa memperhitungkan segala aspek kerugian kerusakan alam dan bahkan negara sekalipun. 



Melihat besarnya potensi alam laut kita, alangkah lebih bijak bagi kita untuk menjaga keindahannya ketimbang hanya mengambil keuntungan dari hasil lautnya saja.


No comments:

Post a Comment